Seorang aktivis dan pegiat pendidikan di Jawa Barat, berinisial ABK atau AAM, dilaporkan oleh Tim Saber Pungli Jawa Barat kepada Ditreskrimsus Polda Jabar karena diduga terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 di beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kota Bandung.
Menurut Brigjen Kalingga Rendra, Kasatgas Saber Pungli Jawa Barat, bahwa ABK atau AAM diduga sering melakukan tindakan serupa, memanfaatkan momen Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap tahun untuk mencari korban dari kalangan peserta didik maupun orang tua mereka.
“Kemungkinan sosok ABK alias AAM ini sudah lakukan hal serupa, sudah terbiasa lakukan di zona nyaman dan rutin tiap tahun dalam PPDB ini selalu cari korban terhadap peserta didik maupun orang tua peserta didik,” ucap Kalingga di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Jumat (4/10/2024).
Ditreskrimsus Polda Jabar akan mendalami lebih lanjut apakah profesi terduga pelaku benar-benar seorang aktivis pendidikan, seperti yang disebutkan oleh masyarakat. “Sementara pendapat masyarakat itu, tapi kenyataannya akan didalami oleh Ditreskrimsus,” tambahnya.
Seperti yang Dilansir dari laman Detik Jabar, Dalam kasus ini, terdapat tujuh korban yang mengalami kerugian total sebesar Rp 175 juta, dengan jumlah kerugian per korban bervariasi antara Rp 20 juta hingga Rp 30 juta. Brigjen Kalingga Rendra juga menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan klarifikasi terkait dugaan keterlibatan beberapa sekolah yang menjadi sasaran praktik pungutan liar tersebut. “Yang kita limpahkan di sini SMAN 8, SMAN 22 dan SMAN 12,” ujarnya.
Ketika ditanya tentang kemungkinan bertambahnya jumlah korban, Brigjen Kalingga Rendra belum bisa memberikan penjelasan lebih lanjut. Namun, ia memastikan bahwa saat ini terdapat tujuh orang tua calon siswa yang sudah dilaporkan sebagai korban pungutan liar.
Diketahui saat ini pihak berwenang tengah menyelidiki kasus dugaan pungli yang melibatkan 7 orang tua calon siswa SMA negeri. Meski sudah mentransfer uang kepada terduga pelaku, anak-anak mereka tetap tidak diterima di sekolah yang diinginkan.
“Sementara yang kita lakukan klarifikasi terhadap 7 orang tua calon peserta didik yang berharap anaknya masuk SMA negeri tapi tidak masuk dan uangnya sudah ditransfer kepada terduga pelaku,” pungkasnya.