SEPUTARJABAR.NET – Sejumlah akademisi dan mahasiswa Universitas Islam Nusantara yang tergabung dalam Tim Riset Keilmuan melakukan kajian terkait kejahatan di era pandemic covid-19 dengan fokus terhadap pencegahan kejahatan perdagangan seksual anak secara daring di era pandemi covid-19.
Riset yang diketuai oleh Dr. Sayid Muhammad Rifki Noval, SH.,M.H, bersama anggota Soecipto, ST.,M.H, Ahmad Jamaludin,SH.,MH serta tim mahasiswa fakultas hukum, Dandi Ditia Saputra, Nabila Farah Munifah, Nurhasanah, Puji Syukur Raswanti, Sely Nur Lestia melakukan pengambilan data terhadap 168 responden yang terdiri dari pelajar Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan mahasiswa Perguruan Tinggi di Kota dan Kabupaten Bandung pada periode pada Januari 2022-April 2022 dengan metode pengambilan data berupa kuesioner yang disebarkan secara langsung serta melalui daring.
Hasil penelitian menunjukkan rentannya responden untuk dapat berinteraksi dengan pelaku kejahatan akibat aktivitasnya pada media sosial yang membuka ruang bagi orang asing untuk dapat berkomunikasi, diantaranya dengan menambahkan orang asing dalam daftar pertemanan pada media sosial (55,7%), bergabung pada group yang tidak dikenalnya pada media sosial (73,2%), bahkan bertemu secara langsung dengan orang yang baru dikenalnya melalui media social (45,8%).
Salah satu modus pelaku kejahatan perdagangan orang adalah dengan melakukan grooming kepada target, yakni serangkaian upaya membujuk, membangun kepercayaan hingga menjebak target untuk menjadi korban, yang kerap didahului dengan mencari informasi pribadinya di dunia maya. Budaya oversharing anak dan pelajar saat ini di media sosial semakin memudahkan pelaku untuk mengidentifikasi target, seperti yang terungkap dalam penelitian, kebiasaan anak dan remaja yang mempublikasikan tanggal kelahiran, menandai lokasi rumah, menuliskan nama lengkap orang tua, mengunggah kartu identitas (KTP), bahkan “curhat” dengan orang yang tidak dikenal di media sosial.
Para pelaku kejahatan turut mengincar akun pribadi target, yang umumnya dilakukan untuk memeras korban agar memberikan sejumlah uang atau mengirimkan foto yang menunjukkan ketelanjangan, sehingga upaya memberikan pemahaman perlindungan keamanan data di dunia maya perlu digalakkan. Berkaca dari hasil riset yang mengungkapkan bila responden menggunakan satu sandi yang sama untuk berbagai akun media sosial maupun surel, bahkan 49,4% responden tidak pernah mengganti sandi tersebut selama ini, kembali memberi kemudahan bagi pelaku untuk dapat meretas, terlebih diketahui sebagian besar menggunakan sandi tanggal lahir ataupun nama panggilan, nama pasangan maupun nama orang tua.
Dengan riset ini, tim peneliti berupaya menghadirkan konsep alternatif pencegahan perdagangan seksual anak secara daring yang meningkat pasca berlangsungnya pandemic Covid-19 di Indonesia, dengan berupaya meminimalisir resiko terjebaknya anak untuk dapat berinteraksi dengan para pelaku, khususnya akibat aktivitasnya di dunia maya. Dengan tingginya intensitas anak dan remaja dalam mengakses internet selama pandemic covid-19 maka bijak dalam mempublikasikan informasi pribadi serta selektif dalam berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal di dunia maya dapat menjadi langkah awal guna menutup celah bagi para pelaku untuk melakukan aksinya.
“Kami sangat berterima kasih kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta Kementerian Keuangan atas bantuan pendanaan penelitian. Semoga riset kami dapat membantu para anak dan remaja di Indonesia untuk terhidar menjadi korban dari perdangan orang,” tutur Dr.Sayid Muhammad Rifki