BANDUNG – Mahkamah Agung (MA) belum memutus kasasi terhadap Herry Wirawan, terdakwa rudapaksa terhadap belasan santriwati.
Kasasi diajukan Herry Wirawan melalui kuasa hukumnya, Ira Mambo, pada April 2022, setelah hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memperberat hukuman Herry dari pidana seumur hidup yang diputus hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjadi hukuman mati.
Namun, sudah berjalan delapan bulan belum ada putusan dari MA.
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Jawa Barat (Jabar), I Dewa Gede Wirajana, mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil putusan kasasi dari MA.
“Bahwa penanganan (kasus) atas nama Herry Wirawan sampai sekarang masih dalam upaya hukum kasasi,” ujar Wirajana saat ditemui di kantornya, Jumat (23/12/2022).
Biasanya, kata dia, proses kasasi tidak lama sudah bisa ada keputusan.
Apalagi proses pengadilannya tidak berbeda jauh dengan apa yang dilaksanakan di pengadilan negeri.
“Biasanya enggak (lama) seperti itu. Data sudah lengkap tergantung di sana (MA),” katanya.
Kejati Jabar, kata dia, tidak bisa menanyakan langsung karena berkas kasusnya ada di Kejaksaan Negeri.
“Oke, nanti mungkin akan kami dorong di Kejaksaan Negeri agar ditanyakan hal tersebut.”
“Kami tanyakan melalui kejaksaan karena administrasinya ada di Kejaksaan Negeri,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menghormati pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung dalam kasus pemerkosaan 13 santriwati usia anak oleh terpidana Herry Wirawan.
“Kementerrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan mengawal proses hukum ini, sebagaimana yang telah dilakukan pada persidangan tingkat pertama dan tingkat banding,” ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam laman resmi Kementerian PPPA.
Ia mengharapkan, majelis hakim di tingkat kasasi dapat menguatkan putusan PT Bandung yang memenuhi rasa keadilan korban dan keluarganya.
Hal ini mengingat kasus kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa sangat keji dan melanggar kemanusiaan.
Pelaku adalah seorang pendidik, melakukan perbuatannya di lembaga pendidikan keagamaan yang seharusnya bebas dari tindak kekerasan.
Demikian juga diharapkan kasasi tetap memperhatikan pula hak-hak korban dalam pemulihan setelah proses peradilan.