Site icon Seputar Jabar

Bekasi dan Depok Masuk Daftar Tertinggi Kasus Kekerasan Anak di Jabar

Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jawa Barat dalam 3 tahun terakhir mengalami lonjakan. Sejumlah wilayah di Jabar turut menyumbang tingginya kasus tersebut mulai dari Bekasi hingga Depok.
Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), Sabtu (11/2/2023), untuk Kabupaten Bekasi, kasus pada 2022 tercatat mencapai 176 kasus. Catatan ini sekaligus menempatkan Kabupaten Bekasi di urutan kedua terkait angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan se-Jawa Barat.
Jika dibandingkan pada 2021, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan ini jumlahnya lebih besar dengan 203 kasus. Kasus ini pun mengalami lonjakan signifikan, karena pada 2020 kasus di Kabupaten Bekasi tersebut tercatat hanya mencapai 7 kasus.
Kemudian di Kota Bekasi, pada 2022, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tercatat hanya ada 7 kasus. Ini sekaligus membuat Kota Bekasi berada di urutan ke-24 dibanding wilayah lain di Jawa Barat.
Tapi dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu pada 2021, angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Bekasi mencapai 97 kasus. Begitu juga di tahun 2020, angkanya tercatat lebih besar dengan 149 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Terakhir yaitu Kota Depok. Pada 2022, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di sana tercatat mencapai 150 kasus. Kota Depok pun berada di urutan kelima wilayah paling tinggi dengan catatan kasus ini dibandingkan daerah lain di Jawa Barat.
Di Kota Depok pun kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan terbilang belum turun secara signifikan. Pada 2021 kasus ini tercatat mencapai 141 kasus dan pada 2020 dengan 74 kasus.
Kepala UPTD PPA Jawa Barat Anjar Yusdinar mengatakan, tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jabar seperti gunung es. Itu terjadi karena saat ini, masih banyak warga yang berani melapor supaya kasus tersebut bisa ditindaklanjuti.
“Jadi itu kami mempunyai tugas untuk memecah fenomena gunung es. Sehingga kasus yang terlaporkannya sedikit, tapi di bawahnya masih banyak yang belum terlaporkan,” kata Anjar, Kamis (9/2).
Namun saat ini Anjar mengungkap, banyak orang yang mulai berani melaporkan kasus kekerasan anak dan perempuan. Sehingga, angka kasus tersebut di Jabar kini mengalami peningkatan akibat mulai beraninya warga untuk melapor dan menindaklanjuti kasus itu.
“Justru kami melihat kalau semakin banyak kasus, itu masyarakat sudah semakin berani melaporkan. Karena angka yang laporannya masuk ke kami segitu. Dan itu kami perkirakan masih banyak kasus-kasus kekerasan yang belum terlaporkan,” ujar Anjar.
Pada tahun 2023 saja, UPTD PPA Jawa Barat menerima sekitar pengaduan 37 pengaduan kasus kekerasan anak dan perempuan. Ia pun mengimbau warga untuk lebih berani melapor supaya kasus tersebut bisa ditangani secara lebih lanjut.
Anjar pun menyatakan, tingginya kasus kekerasan ini dipengaruhi banyak faktor. Namun ia tak menampik, kasus yang muncul ini beberapa di antaranya akibat cara mengurus orang tua yang masih keras dalam mendidik anak-anaknya.
“Setiap kasus itu berbeda-beda penyebabnya. kalau saya sih belum mendapatkan hasil penelitian yang ilmiah dari penyebab kasus kekerasan itu terjadi. Namun kebanyakannya, itu dari faktor pengasuhannya orang tua. Jadi itu dalihnya bisa saja karena cara mendidiknya begitu padahal kan itu bukan cara yg baik dalam mendidik anak itu,” tutur Anjar.

Exit mobile version