Pengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy buka suara terkait kasus penistaan agama yang menjerat sang klien. Ia mengungkapkan bahwa pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun tersebut memiliki jutaan pendukung.
Sebagai pengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy berharap tidak ada konflik di tengah proses hukum sang pimpinan Ponpes Al Zaytun terkait penistaan agama. Karena, katanya, Panji Gumilang memiliki jutaan pendukung yang tindakannnya tidak dapat diprediksi.
Seperti diketahui bahwa pimpinan Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama dan kini ia pun ditahan usai menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim Polri. Hendra Effendy mengatakan bahwa ia mengakui sosok kliennya tersebut merupakan seorang tokoh yang memiliki banyak pendukung.
“Kita tidak berharap ada persoalan-persoalan horizontal di masyarakat. Karena bagaimanapun Pak Panji ini seorang tokoh yang punya pendukung jutaan. Ya tentunya dengan terjadinya hal ini ya kita enggak paham ya apa yang akan nanti terjadi,” kata Hendra Effendy kepada wartawan di Mabes Polri. Rabu, 2 Agustus 2023.
Tidak hanya itu, Hendra Effendy mengatakan bahwa pihaknya prihatin lantaran ada dugaan krimalisasi dan politisasi terkait kasus yang menyeret Panji Gumilang.
“Kami sangat prihatin bagaimana tragedi kemanusiaan ini bisa terjadi di Bareskrim. Kami enggak paham, tapi kami dari awal sudah menduga terjadinya kriminalisasi dan politisasi persoalan Pak Panji Gumilang,” katanya.
“Tujuannya ya kami belum paham, tapi kami menduga tentang kriminalisasi politisasi ini terjadi dalam perkara ini, dalam persoalan ini,” lanjutnya.
Sebagai informasi, Bareskrim Polri resmi menahan tersangka Panji Gumilang terkait kasus dugaan penistaan agama, setelah kembali melakukan pemeriksaan sebagai tersangka pada Rabu, 2 Agustus 2023.
Adapun Panji Gumilang kini harus menjalani masa penahanan di rumah tahanan atau Rutan Bareskrim Polri hingga tanggal 21 Agustus 2023 mendatang.
Dalam kasus ini, Panji dijerat Pasal 156 A tentang Penistaan Agama dan juga Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.