CIREBON – United Nations Swissindo Trust Internasional Orbit atau bisa disingkat UN Swissindo. Begitulah nama sebuah perkumpulan orang-orang yang punya kepercayaan atau sekte pelunas utang. Sekte ini muncul dan membuat heboh warga Cirebon, Jawa Barat pada 2018 silam.
Sekte pelunas utang UN Swissindo ini dipimpin seorang pria bernama Soegiharto Notonegoro alias Sino dan bermarkas di Perumahan Griya Caraka, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon. Selama bertahun-tahun sejak 2010, Sino diketahui bergerak menyita perhatian masyarakat dan tentunya, mencari pengikut.
Dalam kiprahnya mencari pengikut, Sino menyebut UN Swissindo adalah pendiri negara-negara di dunia. Sino juga mengaku dirinya merupakan Presiden Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sekte ini juga mengklaim segala bentuk warisan atau aset di dunia diklaim boleh dikelola oleh UN Swissindo.
Kepada pengikutnya, Sino menegaskan akan menghapus utang seluruh umat manusia di dunia. Konsep pelunasan utang yang dilakukan Sino hanya bermodal voucher M1 yang dapat diunduh di website UN Swissindo. Voucher itu kemudian diisi dengan NIK dan nama.
Namun untuk mendapat voucher M1 itu, pengikut Sino harus membayar Rp 300-600 ribu. Setelah itu, mereka akan mendapat voucher yang dikatakan bisa ditukar dengan uang US$ 1.200 atau Rp 15,6 juta di salah satu bank. Selain itu, ada juga biaya lain yang dihitung secara persentase total utang yang akan dilunasi.
UN Swissindo kemudian terus eksis dan memperlebar sayapnya dengan memiliki banyak pengikut. Hingga akhirnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Satgas Waspada Investasi mengeluarkan keputusan bahwa UN Swissindo tak memiliki izin untuk melaksanakan kegiatan pelunasan utang tersebut.
Pada 2016, OJK mengeluarkan siaran pers dengan nomor SP 56/DKNS/OJK/6/2016, tepatnya pada 20 Juni 2016, yang intinya mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap janji-janji pelunasan kredit oleh pihak tak bertanggung jawab.
Kemudian pada 13 September 2016, Satgas Waspada Investasi melaporkan UN Swissindo ke Bareskrim Polri dan meminta Sino menghentikan kegiatannya karena tak sesuai dengan mekanisme pelunasan kredit ataupun pembiayaan yang berlaku.
Kemudian pada 23 Agustus 2017, Sino dipanggil Satgas Waspada Investasi. Dalam pemanggilan itu, Sino diminta untuk meminta maaf sekaligus berjanji menghentikan kegiatan UN Swisindo.
Meskipun sudah dipaksa tutup, namun Sino dan sektenya masih beroperasi. Mereka mengklaim masih berjuang untuk melunasi utang manusia. Tim Publikasi UN Swissindo Rahardjo tak menampik lembaganya masih menjalankan kegiatan tersebut.
“Beliau (Sino) menghadiri panggilan OJK dengan harapan ingin meluruskan masalah. Beliau menjelaskan secara gamblang dan rinci, harapannya ada win-win solution. Kita hormati lembaga negara, tapi forum di sana ada kesan memojokkan dan menyudutkan. Intinya begitu,” kata Rahardjo
Menurut Rahardjo, OJK tak punya kewenangan untuk menghentikan UN Swissindo yang merupakan pendiri negara di dunia.
“Swissindo itu lembaga pendiri negara. Saat ini sebetulnya dengan adanya Pancasila dan UUD 45 dari tahun 1945 apakah sudah dijalankan? Pasal 33 tentang kesejahteraan rakyat dan sila kelima sudah dipenuhi? Nah, Swissindo ingin mewujudkan itu,” ujarnya.
Sementara Satgas Waspada Investasi heran dengan masih beroperasinya UN Swissindo. Padahal lembaga pelunas utang abal-abal ini telah dihentikan kegiatannya
“Saat itu, Sino pemimpin UN Swissindo sudah menandatangani surat pernyataan penghentian kegiatannya. Seharusnya Pimpinan UN Swissindo, saudara Sino melaksanakan pernyataan tersebut,” kata Ketua satgas waspada investasi Tongam L Tobing.
“Kami menghimbau kepada UN Swissindo agar menghentikan kegiatan ilegal ini dan meminta kepada masyarakat agar tidak terjebak dengan tipuan UN Swissindo,” kata dia,” ucap Tobing.
Karena masih terus beroperasi meski sudah diberi peringatan, Sino dan UN Swissindo kemudian dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Satgas Waspada Investasi atas dugaan melakukan kegiatan tanpa izin alias ilegal.
“Sekarang proses penegakan hukum terhadap pengurus UN Swissindo sedang dilakukan, ini karena kegiatan mereka tidak memiliki izin sehingga diduga ilegal,” kata Tongam, Senin 19 Februari 2018.