Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Prof Emi Sukiyah mengatakan karakteristik geomorfologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan memberikan berbagai manfaat serta potensi yang dapat dikembangkan. Namun, berbagai tantangan dapat ditemui dalam proses pengembangannya.
Prof. Emi menjelaskan, geomorfologi merupakan respons dari proses yang terjadi di bawah permukaan dan permukaan bumi, seperti pelapukan, erosi, transportasi material, serta pengendapan.
Hal tersebut selanjutnya membentuk variasi bentang alam yang beragam, dari yang tinggi, sedang, rendah, bahkan bentang alam yang datar.
“Kami menganalisisnya dari aspek pengaliran, salah satu aspek dalam morfologi dalam pendekatan geomorfologi. Diukur-ukur, dianalisis, ternyata pola-pola sungai. Karena pemahamannya adalah respon dari proses bawah permukaan dan permukaan, maka ini bisa dibagi menjadi tiga blok berdasarkan arah aliran,” kata Prof. Emi, Selasa (9/7/2024).
Berdasarkan deformasinya, analisis selanjutnya dibagi menjadi tiga blok, yaitu Blok Jampang, Blok Cisewu, dan Blok Pangandaran. Secara umum, dua blok pendamping dari Blok Cisewu relatif stabil jika dibandingkan dengan Blok Cisewu yang dikenal sebagai zona rusak karena mudah lapuk dan tererosi.
Prof. Emi menjelaskan bahwa wilayah Jabar Selatan memiliki daya tarik dengan pemandangan yang indah, seperti Geopark Ciletuh yang di dalamnya terdapat Curug Awang sebagai aspek yang memikat untuk dikunjungi.
Di wilayah selatan juga banyak wisatawan yang singgah sejenak di Curug Rahong. Walaupun perkembangannya belum signifikan untuk menghasilkan pendapatan daerah, tetapi ini merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
“Garut sendiri terkenal sebagai daerah dengan 1.000 air terjun, karena banyak sekali, salah satu contoh lagi Curug Orok. Ke arah Garut lewat Pameungpeuk atau Garut arah Rancabuaya akan ada akses menuju Curug Orok yang sangat menarik pesonanya,” ujarnya.
Selanjutnya, Prof. Emi menjelaskan, daya tarik di wilayah Jabar Selatan terletak pada Lembah Cilaki yang sering dikunjungi untuk menyaksikan pemandangan laut biru, Bukit Buaya yang untuk melihat pemandangan matahari terbit, Bungbulang yang dikenal sebagai tambang batu akik, hingga Cianjur Selatan yang berpotensi untuk tambang pasir besi.
“Jadi, banyak sekali hal-hal yang mempesona di Jawa Barat Selatan, baik dari gunung sampai ke arah lautannya,” katanya.
Dari berbagai potensi yang dimiliki oleh Jabar Selatan, terdapat juga banyak ancaman seperti gempa bumi dengan skala kecil dan gempa bumi yang dapat memberikan dampak bencana lanjutan, tanah longsor, tsunami, hingga terjadinya banjir bandang karena morfologi yang cukup curam.
Katanya, dalam pengembangan Jawa Barat, wilayah selatan akan menjadi pembatas yang cukup sulit dikembangkan. Hal tersebut karena produk vulkanik di Jawa Barat Selatan berumur cukup tua yang batuannya keras. Selain itu, morfologi wilayahnya cukup curam, sehingga hanya ada beberapa tempat yang dapat diakses dengan mudah.
Mitigasi yang dapat dilakukan pada potensi-potensi yang ada di Jawa Barat Selatan tidak hanya dengan mencoba kebijakan dari pemerintah, tetapi perlu juga dilakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman terkait pengurangan risiko bencana, baik di alam bebas maupun di dalam ruangan.
“Ini kalau memang mau dikembangkan tentu saja sudah mempertimbangkan aspek ancaman bencana,” katanya.
Lebih lanjut, Prof. Emi mengatakan perlu dibuat road map riset yang berkelanjutan. Tidak hanya satu-dua kali riset, tetapi hal-hal lain yang dapat dilakukan selanjutnya untuk pengembangan berdasarkan riset sebelumnya. Dalam hal ini masyarakat setempat juga harus dilibatkan khususnya terkait dengan kearifan lokal.
“Jangan lupa masyarakat setempat juga harus dilibatkan terutama terkait dengan kearifan lokal, kiya harus bisa menghargai itu supaya sinergi mitigasi untuk pengurangan risiko bencana,” ujarnya.